Selasa, 08 Mei 2012

makalah malaria


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Angka kesakitan penyakit ini pun masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut.
Di Indonesia penderita malaria mencapai 1-2 juta orang pertahun, dengan angka kematian sebanyak 100 ribu jiwa. Kasus tertinggi penyakit malaria adalah daerah papua, akan tapi sekitar 107 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria yang tersebar dari Aceh sampai Papua, termasuk di Jawa yang padat penduduknya (Adiputro,2008).
Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, diare dan malaria klinis merupakan penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Bengkulu. Pada kurun waktu dari Januari 2011 sampai dengan Maret 2011 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 4123 kasus (Mahfudin, 2011). Sedangkan menurut data Data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu penderita malaria di Kota Bengkulu, Bengkulu sejak Januari hingga April 2011 mencapai 4.295 orang (Sinambela, 2011)
B.       Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran penyakit malaria dan penyebarannya di Provinsi Bengkulu


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Pengertian Malaria
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina (Kemenkes,2011)
B.       Nyamuk Anopheles
Menurut Hiswani (2004) Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria.
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
1.      Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat.
2.      Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.
3.      Plasmodium malaria penyebab malaria quartana.
4.      Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.
Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi,. infeksi campuran ini biasanya terjadi terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.

1.      Siklus Hidup Nyamuk Anopheles

Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu :

a.       Tingkatan di dalam air.
b.      Tingkatan di luar temp at berair (darat/udara).
Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus hidup nyamuk akan terputus. Tingkatan kehidupan yang berada di dalam air ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali.
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu, keadaan makanan serta species nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya.
Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan banya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah 24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong.

2.      Beberapa Aspek Perilaku (Bionomik) Nyamuk

Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur, populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi berupa lisan fisik (musim. kelembaban. angin. matahari, arus air). lingkungan kimiawi (kadar gram, PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi disekitar tempat perindukan dan musim alami.
Jika kita tinjau kehidupan nyamuk ada tiga macam tempat yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Hubungan ketiga tempat tersebut dapat dilukiskan dengan bagan sebagai berikut:



















Tempat untuk berkembang biak
 










Tempat untuk mancari darah
 


Tempat untuk beristirahat
 





 





Untuk menujang program pemberantasan malaria perilaku vektor yang ada hubungannya dengan ketiga macam tempat tersebut penting untuk diketahui yaitu :
a.         Perilaku Mencari Darah.
Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
1)      Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari.
2)      Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah.
3)      Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu.
4)      Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam.


b.      Perilaku Istirahat.
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus). Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat.
c.       Perilaku Berkembang Biak.
Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.
3.      Keterangan mengenai vektor
a.    Umur Populasi Vektor.
Umur nyamuk bervariasi tergantung pada species dan dipengaruhi keadaan lingkungan. Ada banyak cara untuk mengukur unsur populasi nyamuk. Salah satu cara yang paling praktis dan cukup memungkinkan ialah dengan melihat beberapa persen nyamuk porous dari jumlah yang diperiksa. Nyamuk parous adalah nyamuk yang telah pernah bertelur, yang dapat diperiksa dengan perbedahan indung telur (ovarium).
Misalnya dari 100 ekor nyamuk yang dibedah indung telurnya ternyata 80 ekor telah parous, maka persentase parous populasi nyamuk tersebut adalah 80%. Penentuan umur nyamuk ini sangat penting untuk mengetahui kecuali kaitannya dengan penularan malaria data umur populasi nyamuk dapat juga digunakan sebagai para meter untuk menilai dampak upaya pemberantasan vektor (penyemprotan, pengabutan dan lain-lain).

b.      Distribusi Musiman.
Distribusi musiman vektor sangat penting untuk diketahui. Data distribusi musiman ini apabila dikombinasikan dengan data umur populasi vektor akan menerangkan musim penularan yang tepat. Pada umumnya satu species yang berperan sebagai vektor, memperlihatkan pola distribusi manusia tertentu. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya densitas atau kepadatan tinggi pada musim penghujan, kecuali An.Sundaicus di pantai selatan Pulau Jawa dimana densitas tertinggi pada musim kemarau
c.         Penyebaran Vektor.
Penyebaran vektor mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan serangga. Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu: cara aktif, yang ditentukan oleh kekuatan terbang, dan cara pasif dengan perantaraan dan bantuan alat transport atau angin.
4.      Cara penularan malaria
Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:
a.       Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles.
b.      Penularan yang tidak alamiah.
1)   Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.
2)   Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).
3)   Secara oral (Melalui Mulut).
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).
C.       Penyebaran Malaria
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (RuBia) dan 32°LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter dibawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling Juas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik. Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat didaerah yang beriklim dingin Penyakit Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika dibagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut.
Angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar antara 1-2 per 1000 penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih besar. Sepcies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium vivax Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur.

D.      Gejala Malaria
Adalah penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai berikut :
1.      Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
2.      Nafsu makan menurun.
3.      Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
4.      Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.
5.      Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
6.      Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
7.      Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
8.      Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu :
a)      Stadium dingin (cold stage).
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b)      Stadium demam (Hot stage).
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi-jadi dan muntah kerap terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat hasil dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah.
Pada plasmodium vivax dan P. ovate sison-sison dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada plasmodium malariaa, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam di ikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
c)      Stadium berkeringat (sweating stage).
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya teljadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut.
Gejala mungkin berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kholera atau dysentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.
E.     Upaya pengendalian
Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian kelambu, pengendalian vektor.
1.      Pemakaian Kelambu
2.      Pengendalian Vektor
Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control ( menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.
3.      Diagnosis dan Pengobatan
Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting.

BAB III
PEMBAHASAN

Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung, ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh, dan ada pula species yang berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut). Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.
Sebagian daerah Provinsi Bengkulu merupakan rawa dan area persawahan. Lingkungan rawa dan persawahan yang banyak membuat genangan air tersebut merupakan tempat yang baik untuk perkembang biakan nyamuk anopheles. Dari penelitian Hasan Husein (2007) nyamuk menyukai tempat lembab dan kotor sebagi tempat istirahat. Sedangkan sebagian besar di Kota Bengkulu masyarakatnya sudah terbiasa dengan lingkungan bersih seperti tidak adanya sampah di dalam rumah sehingga rumah tidak kotor dan lembab. Hal ini juga didukung dengan fasilitas yang sudah memadai seperti peralatan untuk kebersihan, alat-alat untuk memasak yang sudah banyak menggunakan barang elektronik, sehingga tidak menimbulkan sampah. Sedangkan Nyamuk Anopheles biasanya menyukai tempat yang lembab dan kotor sebagi tempat istirahat. Lain halnya dengan di pedesaan yang belum banyak yang mengerti tentang penanggulangan penyakigt malaria. Sebagian masyarakat yang tinggal di pedesaan masih terbiasa dengan lingkungan yang kotor dan lembab, sehingga memungkinkan perkembangan nyamuk anopheles lebih cepat.
Untuk mencegah agar tidak terserang penyakit malaria maka warga yang tinggal di daerah endemik penyakit tersebut sebaiknya tidur dengan menggunakan kelambu, memberantas sarang nyamuk anopheles dengan menyemprotkan racun serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).  Untuk memberantas penyakit malaria, pemerintah membuat program yakni Program pembebasan malaria yang dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri nomor 293 tahun 2009 yang dilakukan di seluruh Indonesia secara bertahap dari 2010,2015 dan 2020 sehingga untuk keseluruhan Indonesia ditargetkan bebas malaria pada 2030. Provinsi Bengkulu menargetkan pada 2020 bebas dari penyakit malaria yang dapat mengakibatkan kematian di seluruh dunia. Pemberantasan malaria dilakukan secara bertahap dengan lima kebijakan pemerintah yang baru untuk menyempurnakan kebijakan pemberantasan malaria sebelumnya. 
Kebijakan itu adalah diagnosa malaria yang harus dilakukan sampai ukuran mikroskopis dengan Rapid Diagnostic Test (RDT), pengobatan dengan metode Artemisinin Combination Therapy (ACT), pencegahan penularan dengan pembagian kelambu yang mengandung insektisida bagian dalamnya yang bisa bertahan tiga sampai lima tahun, kerjasama lintas sektor dengan adanya Gerakan Berantas Kembali (Gebrak) Malaria serta memperkuat desa siaga dengan pembuatan Pos Malaria Desa (Posmaldes). RDT merupakan semacam tes darah yang hanya dengan waktu 15 menit bisa diketahui hasil positif atau negatif malaria. Untuk ACT biaya pengobatan ditanggung APBN dan diberikan gratis bagi penderita malaria.

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, diare dan malaria klinis merupakan penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Bengkulu. Pada kurun waktu dari Januari 2011 sampai dengan Maret 2011 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 4123 kasus. Provinsi Bengkulu menargetkan pada 2020 bebas dari penyakit malaria yang dapat mengakibatkan kematian di seluruh dunia. Pemberantasan malaria dilakukan secara bertahap dengan lima kebijakan pemerintah yang baru untuk menyempurnakan kebijakan pemberantasan malaria sebelumnya.

B.     Saran

Diharapakan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Melakukan penyuluhan secara intensif guna memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang cara mencegah dan menanggulangi malaria yaitu dengan memasang kasa nyamuk pada ventilasi rumah, menggunakan kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur. Melakukan kegiatan surveilens malaria secara menyeluruh, baik pemantauan parasit dan spesies vektor serta kepadatan vektor malaria.

Bagi masyarakat agar memperbaiki lingkungan dalam rumah seperti pemasangan kasa nyamuk pada ventilasi rumah. Menghindari gigitan nyamuk malaria dengan cara pemakaian kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan husein,2007, “Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu” http://eprints.undip.ac.id/17530/1/Hasan_Husin.pdf  diakses tanggal 7 Mei 2012

Karimel Sinambela, 2011, “Wabah Malaria Ancam Kota Bengkulu” www.mediaindonesia.com diakses tanggal 6 Mei 2012

 

Ministry of health RI, 2011, “Indonesian Health Profile 2010”, Ministry of Health Republic of Indonesia, Jakar

Mahfudin, 2012, “Diare dan malaria penyakit terbanyak di Bengkulu” www.bengkulu-online.com diakses tanggal 6 Mei 2012

Didiet Adiputro,2008 “Malaria Masih Menghantui Indonesia”, www.perspektif.net diakses tanggal 6 Mei 2012

,


Senin, 07 Mei 2012

askep bronchitis kronis


BRONKHITIS KRONIS
Oleh : Mahmud Azhari


A.     Definisi
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
B.     Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab bronkhitis , yaitu:
a.       Infeksi: Staphylococcus (stafilokokus), Streptococcus (streptokokus), Pneumococcus (pneumokokus), Haemophilus influenza
b.      Alergi
c.       Rangsangan lingkungan, misal: asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.

Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

C.     Patofisiologi
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a.       Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi mukus.
b.      Mukus lebih kental
c.       Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).

D.     Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :
Keluhan-keluhan:
1.      Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
a.    Lapisan teratas agak keruh
b.   Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
c.    Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang  rusak ( celluler debris ).
2.      Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe.
3.      Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
4.      Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang)
5.      Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.
E.     Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan radiologis Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal, corak paru bertambah
2.      Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah.
F.     Penatalaksanaan
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase bronkhial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1.      Antimicrobial
2.      Postural drainase
3.      Bronchodilator
4.      Aerosolized Nebulizer
5.      Surgical Intervention














ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Identitas
Nama :
Umur :
Kelamin : pada penelitian ditemukan kebanyakan pada laki-laki
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
2.      Keluhan Utama : Batuk
3.      Riwayat Penyakit Sekarang : apakah batuk disertai dengan produksi sputum? apakah sering terjadi pada pagi hari dan dalam jangka waktu yang lama?
4.      Riwayat Penyakit Dahulu :apakah ada riwayat batuk yang berlangsung lama (3 bulan atau lebih)
5.      Riwayat Penyakit Keluarga : sering didapatkan bahwa anak dari orang tua perokok dapat menderita penyakit pernapasan lebih sering dan lebih berat serta prevalensi terhadap gangguan pernapasan kronik lebih tinggi. Selain itu, klien yang tidak merokok tetapi tinggal dengan perokok (perokok pasif) mengalami peningkatan kadar karbon monoksida darah. Dari keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis kronik berkaitan dengan polusi udara rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan

B.     Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan Umum : lemah, sianosis?, Kesadaran? TTV? BB?
2.      Sistem Kardiovaskuler : Irama jantung, nyeri dada, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, Distensi vena leher, Bunyi jantung redup.
3.      Sistem Pernapasan : Pola Napas, jenis : Dispnea? Batuk (+) Suara Nafas tambahan : Ronchi, Wheezing ( akibat obstruksi bronkus),Haemaptoe , Sputum (+), Sianosis, apakah terdapat penggunaan otot bantu pernapasan?, Barrel chest?
4.      Sistem Muskuloskeletal dan Intergumen :  Kelemahan umum/kehilangan massa otot, edema, akral hangat
5.      Sistem Genetourinaria : BAK, urine output, warna
6.      Sistem Pencernaan : Mual/muntah? nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan
7.      Sistem Neurosensori : Gelisah, insomnia
8.      Sistem Pengindraan : Panciuman terganggu akibat adanya secret, apakah ada system pengindraan yang gangguan
Subjektif :
1.      Pasien mengatakan hidungnya tersumbat
2.      Pasien mengatakan sesak napas
3.      pasien mengatakan tidak nafsu makan

Objektif :
1.      Suara Nafas tambahan : Ronchi, Wheezing ( akibat obstruksi bronkus)
2.      Sputum (+)
3.      Pola Napas tidak teratur : Dispnea, Edema, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan
4.      Sianosis
5.      Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg) Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
6.      Saturasi hemoglobin menurun.
7.      Eritropoesis bertambah
8.      Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan
9.      Penurunan berat badan

C.    Pemeriksaan Penunjang
1.       Analisa gas darah
2.      Radiologi






D.    Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi secret
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
KH : Suara nafas (vesicular) Secret (-), RR: 16-24x/menit
Intervensi :
Pengkajian
1.      Auskultasi bunyi nafas
2.      Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
3.      Observasi karakteristik batuk
HE
4.      informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang didalam ruang perawatan
5.      intruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi
Kolaborasi
6.      Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
7.      Berikan humidifikasi tambahan(nebulizer)
Aktivitas Lain
8.      Pertahankan polusi lingkungan minimum

2.      Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan pertukaran gas teratasi
KH : pCO3  (normal), pO2 (normal), sianosis (-) Hemoglobin (normal)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan pertukaran gas teratasi
Intervensi : Pengkajian
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
2.      Auskultasi bunyi nafas
3.      Awasi tanda vital dan irama jantung dan Awasi GDA
HE
4.      Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
5.      Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
            Kolaborasi
6.      Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
7.      Berikan obat yang diresepkan(misalnya:natrium bikaronat)
            Aktivitas Lain
8.      Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur,untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali.
9.      Lakukan hygiene mulut secara teratur.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnea, anoreksia, mual muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi

KH : Makan (3x/hr), Minum (8 gls/hr), Mual (-), BB ideal


            Intervensi : Pengkajian
1.      Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
2.      Kaji kebiasaan diet,masuakan saat ini Catat derajat kesulitan makan.Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
            HE
3.      Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
4.      Ajarkan metode untuk perencanaan makan.
            Aktivitas Kolaboratif
5.      Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah dicerna,secara nutrisi seimbang,misalnya nutrisi tambahan oral/selang,nutrisi parenteral total agar asupan yang kalori yang adekuat dapat dipertahankan.
6.      Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
     Aktivitas lain
7.      Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
9.      Timbang berat badan sesuai indikasi















Daftar Pustaka

3.      Barabara Engram, 1998, “Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah
Volume 2”, EGC, Bandung
4.      Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol 3. Jakarta, EGC